Senin, 26 Maret 2012

Review – The Raid / Serbuan Maut (2012)

The Raid: Redemption

* Director: Gareth Evans
* Genre: Action
* Running Time: 100 minutes

Rated R; extreme violence, profanity

With: Iko Uwais, Ananda George, Ray Sahetapy


Membawa pulang penghargaan “People’s Choice Award” dalam debut penayangannya di Festival Film Internasional Toronto tahun lalu, dibeli oleh Sony Pictures, melibatkan Mike Shinoda, salah satu personil Linkin Park untuk menggarap scoringnya, mendapatkan banyak pujian internasional, rating bagus dan menciptakan hype luar biasa di jejaring sosial dunia maya, bahkan konon sampai akan dibuatkan versi Hollywood-nya, wow! Untuk film lokal The Raid alias Serbuan Maut sudah melakukan pencapaian luar biasa yang selama ini banyak menjadi impian para sineas kita, membawa genre film aksi Indonesia naik ke level lebih tinggi. Jadi ketika pada tanggal 23 Maret 2012 ditetapkan untuk rilis perdana secara luas di Indonesia dan beberapa negara lain, termasuk Amerika dan Australia, tentu saja saya tidak akan melewatkannya film yang konon berisi ‘pesta’ bela diri gila-gilaan itu.

Adalah pria Wales, Gareth Evans yang bertanggung jawab dengan semua kesenangan pemacu adrenalin ini. Membawa kembali dua jagonnya dalam Merantau, Iko Uwais dan Yayan Ruhian untuk kemudian diadu kembali dengan segala pernak-pernik kombinasi bela diri yang porsinya sudah dinaikan dua kali lipat dari film layar lebar perdananya itu lalu membungkusnya dengan sebuah narasi sederhana tentang sebuah penyerbuan berujung maut ke rumah susun kumuh yang diisi para gembong kriminal sadis yang dilakukan oleh sebuah tim khusus. Ya, walaupun tidak spesial tapi cerita yang juga ditulis sendiri oleh Evans ini cukup menarik, setidaknya ia tidak sampai terkesan murahan untuk ukuran sebuah film yang lebih banyak menjual adegan aksinya, bahkan ia juga punya twist kecil di dalamnya.


Tentu saja kita kemudian akan berbicara bagaimana Evans, Iko dan Yayan memanjakan penontonnya dengan suguhan pertarungan brutalnya. Mungkin sedikit terlihat berlebihan dan teratur, tapi bagaimanapun The Raid punya elemen yang jarang dimiliki kebanyakan film aksi laga lain, koregrafi mutakhir dari beberapa kombinasi bela diri dan pastinya kekerasan tingkat tinggi dengan darah di mana mana termasuk kata-kata kasar disajikan dengan sangat frontal dalam sebuah seporsi besar kegilaan dan kekejaman yang sampai-sampai membuat jengah kritikus kenamaan Roger Ebert hingga ia memutuskan untuk memberinya rating buruk karena Evans dianggap hanya menjual rentetan kebrutalan tanpa arti.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, The Raid itu bergerak sangat teratur, seperti sedang menonton sebuah pertarungan dalam video game dimana Evans memulai ‘pestanya’ dengan melakukan pemasanan terlebih dahulu di level paling rendah di mana ia lebih banyak bermain-main dengan kriminal kelas teri dan hingar bingar sejata mesin yang memuntahkan ratusan selongsong peluru, hingga kemudian dengan cepat tanpa terkesan terburu-buru meningkat ke level duel-duel jarak dekat menegangkan ketika karakter Rama yang diperankan Iko harus berhadapan dengan bajingan-bajingan yang levelnya lebih tinggi dan lebih sadis, memulai melakukan aksi bag big bug nya yang mempesona lengkap dengan gerakan-gerakan akrobatik, suara tusukan pisau, tulang-tulang yang patah dan muncratan darah kental yang sanggup membuat penontonnya tidak berhenti menjerit ngeri bercampur girang, menariknya lagi Evans mampu menjaga tensi ketegangannya dengan baik membuat The Raid bak campuran film horor bersama iring-iringan musik latar garapan Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi yang sukses membuat situasi menjadi setiap momennya semakin mengasyikan saja.


Tentu saja untuk adegan klimaksnya Evans sudah menyiapkan segalanya, ada karakter sinting Mad Dog yang dibawakan secara fantastis oleh Yayan Ruhian dalam sebuah final fight, boss battle keren, mempertemukannya dengan karakter Iko. Melalui adegan ini dan juga adegan sebelumnya yang melibatkan pertarungan yang tak kalah serunya dengan Joe Talsim kita akan tahu kenapa sampai seorang gembong kriminal sadis yang juga pemilik rumah susun macam Tama (Ray Sahetapy) sampai mau menjadikan si “anjing gila” mematikan itu sebagai peliharan setianya.

The Raid mungkin terasa berlebihan untuk sebuah film aksi, tapi mungkin juga tidak, tergantung bagaimana cara anda menikmatinya. Tentu saja untuk genre seperti ini anda harus memaklumi jika ia tidak mampu bercerita dengan baik, termasuk kekurangan-kekurangan lainnya macam dialog yang terlalu baku dan kurang terdengar dengan jelas , toh, ini sebuah aksi bela diri, apa lagi yang anda harapakan selain sebuah pertunjukan aksi bela diri fantastis, jual beli peluru, kebrutalan akut dan juga sedikit ledakan yang bertubi-tubi ‘menghajar’ penontonnya, tujuannya apalagi jika bukan memompa adrenalin anda ke titik paling tinggi, dan untuk hal itu Gareth Evans jelas sudah mengerjakan pekerjaannya dengan sangat baik termasuk bagaimana ia memaksimalkan kemampuan dua pemainnya. Ya, The Raid mungkin sudah menjadi film aksi Indonesia terbaik yang pernah ada, bahkan dunia pun mengakuinya. Jadi jangan ragu menghabiskan 100 menit waktu anda untuknya menontonnya karena The Raid adalah sebuah ‘anomali’ yang jarang-jarang terjadi di perfilman kita.

1 komentar: